Stres sering menjadi momok, bahkan sesuatu yang pasti dialami oleh orang dewasa. Stres disebabkan oleh berbagai tekanan baik dari luar maupun dalam, seperti pandemi dan ujian.
Ketika seseorang stres, biasanya dia akan merasa lapar. Hal tersebut terjadi karena stres menstimulasi produksi hormon kortisol yang memberikan sinyal agar otak merasa lapar. Akhirnya, hal itu membuat kita berusaha mencari makanan untuk memenuhi panggilan itu.
Sayangnya, usaha pencarian makanan itu sering kali berakhir pada junk food atas alasan kemudahan usaha untuk mendapatkannya. Padahal, kita sendiri sadar bahwa junk food memberikan kepuasan rendah sembari memberi kalori tinggi. Akhirnya, cara berhenti ngemil menjadi hal paling krusial di era ini.
Menggunakan makanan sebagai cara menanggulangi stres sebenarnya malah membuat situasi menjadi lebih parah. Namun, letak kesalahannya bukan berada di makanan. Hanya dengan menekan keinginan untuk tidak memilih junk food, makanan bisa menjadi cara untuk menghentikan kebiasaan mengemil.
Memilih secara bijak antara hal yang bisa membantu mengatasi stres dalam jangka panjang dan gratifikasi langsung yang diberikan oleh makanan tidak sehat adalah cara memenangkan perang melawan stres dengan makanan.
Makanan dan stres itu berhubungan sehingga harus dikendalikan bersamaan
Otak dan perut saling memberikan asupan antara satu sama lain, sehingga istilah yang mengatakan bahwa apa yang kita makan berpengaruh pada emosi sama sekali bukan isapan jempol.
"Perut adalah otak kedua kita," jelas Nikki Ostrower, seorang ahli nutrisi dan pendiri NAO Wellness. "Beberapa neurotransmiter otak atau yang disebut zat bahagia, 90% serotonin, contohnya (neurotransmiter yang berhubungan dengan mood, tidur, napsu makan, dan aktivitas pencernaan) diproduksi di perut, yang berarti ada hubungan langsung antara kesehatan mental, jasmani, pencernaan, dan kebiasaan ngemil."
Penyebab kita menyukai camilan adalah adanya kebutuhan untuk memenuhi panggilan hormon kortisol tadi ditambah ketiadaan makanan sehat yang mudah dijangkau.
"Orang akan makan ketika stres karena makanan cepat memberikan kepuasan walaupun sementara," kata Nikki. Sayangnya, pilihan cepat dan mudah sering kali tidak menawarkan pilihan sehat.
Kesenangan sesaat bisa berdampak di masa depan
Sering kali, kegiatan makan yang dilakukan demi kepuasan malah menambah tekanan fisik dan mental. Perasaan lamban, lelah, dan letih yang dirasakan setelah makan berlebihan bukanlah kebetulan. Selain itu, dampak dari semuanya jauh dari kata menyenangkan.
Judith Joseph, seorang psikiatris dan profesor di New York University, menemukan peningkatan kasus pasien yang "memasak makanan kurang sehat yang mengingatkan mereka pada masa-masa bahagia" selama pandemi.
Namun, katanya, "makanan ringan yang digoreng dan manis meningkatkan zat dalam otak yang disebut dopamin, jadi awalnya mereka akan merasa baik-baik saja memakan makanan itu."
Namun, perasaan baik-baik saja itu tidak berlangsung lama, kata Judith, karena "makanan itu menyebabkan peningkatan insulin berlebih dan mengakibatkan pembentukan kolesterol jahat dalam organ, yang membuat tubuh dan otak stres."
Untuk memanfaat kemampuan makanan guna mengendalikan kecemasan, Judith menyarankan agar kita memilih makanan sehat "sebagai komponen penting dalam merawat diri yang bisa mengurangi kecemasan."
Lalu, apa yang harus dimakan ketika stres?
Dorongan untuk makan ketika stres membuat kita sulit mengambil pilihan bijak. Namun, cara berhenti ngemil terbukti bisa membantu pengendalian emosi.
Ahli reumatologi Magdalena Cadet merekomendasikan memakanan makanan yang kaya zinc (menurunkan tingkat kortesol), magnesium (membantu relaksasi dan tidur), dan vitamin E (mengurangi tekanan oksidatif dalam otak) untuk membantu mengurangi stres. "Biji bunga matahari dan kacang-kacangan seperti buncis bisa pilihan cepat."
Nikki, yang mendokumentasikan pergulatannya melawan kebiasaan ngemil akibat pandemi di media sosial, menegaskan, "Diet kaya makanan sehat tanpa makanan proses kemasan bisa menjadi kawan hebat dalam mengalahkan stres. Setelah makan makanan sehat seharian, kekuatan perlahan akan kembali."
Makanan kaya omega-3 seperti salmon, tuna, dan buah kenari diketahui membantu melawan stres karena, menurut Magdalena, mereka bisa "menurunkan peradangan dalam tubuh dan membantu mencegah peningkatan tekanan darah."
Berdasarkan kemampuan mereka dalam menurunkan stres, Magdalena menyarankan agar kita "memakai minyak flaxseed, kedelai, atau canola untuk memasak" dan ia juga menyukai ketela dan karbohidrat kompleks kaya nutrisi lain "karena mampu menurunkan tingkat kortisol dan memberikan vitamin C dan potasium yang cukup yang penting untuk melawan stres."
Pencinta cokelat juga bisa berbahagia, menurut Nikki, yang "selalu menyarankan agar pasien yang memiliki kebiasaan ngemil untuk mengonsumsi dark chocolate karena makanan itu dipenuhi dengan mineral penenang esensial seperti magnesium"
Buah sitrus, chamomile, dan kunyit juga berada dalam daftar tertinggi Nikki karena mereka "membantu fungsi pencernaan dan memiliki sifat meningkatkan mood."
Pilih makanan sehat dengan kandungan yang sama dengan camilan favotirmu
Mengganti keripik kentang dengan sebutir apel terasa seperti sebuah kemunduran, kan? Untuk menanggulanginya, Judith merekomendasikan untuk mencari kembarannya.
"Daripada mencari sensasi kriuk dari keripik, kalian bisa mencoba kacang almond yang renyah; daripada meminum dua gelas soda, minumlah segelas soda dan segelas teh melati, yang memiliki zat relaksasi alami," ujarnya.
"Daripada minum bergelas-gelas kopi agar terjaga, gantilah dengan secangkir matcha, yang mengandung zat antioksidan dan mampu meningkatkan fokus tanpa harus membuat jantung berdebar atau cemas berlebihan."
Akhirnya, satu-satunya cara berhenti ngemil adalah dengan membangun kesadaran diri dalam memilih makanan. Pasalnya, sejatinya bukanlah makanan yang salah, melainkan pilihan kita.
0 Komentar