Hai, Sahabat opini. Apa kabar?
Kali ini kita akan membahas tentang sebuah etika masyarakat di mana kebanyakan mereka mengamini suatu perilaku untuk tidak menerima barang gratis, terutama dari orang asing.
Apakah kalian juga pernah mendengar dan mempraktikkan hal itu?
Mari kita ulas secara perlahan.
Latar Belakang
Di Indonesia, pemberian barang secara gratis dari orang asing sering dihubungkan dengan penculikan. Bahkan, di belahan dunia lain pun juga meyakini hal sama. Pemikiran itu tidak berlebihan karena beberapa fakta mengatakan demikian.
Pernyataan tersebut seringkali diberikan oleh orangtua kepada anak mereka yang masih kecil. Harapannya, agar mereka bisa memberikan perlindungan tak langsung pada anak selama di sekolah dan di luar.
Kita tidak bisa memungkiri bahwa menerima barang gratis dari orang asing adalah tindakan berbahaya. Bukankah kita bisa memberikan barang pada orang yang kita kenal atas dasar kasih sayang?
Jadi, pertanyaannya adalah apa dasar orang asing itu memberikan barang? Di sini, kita bisa berasumsi bahwa pemberi secara tidak langsung menginginkan sesuatu dari orang yang menerima hadihnya.
Menurut Rolf Dobelli dalam bukunya yang berjudul "The Art of Thinking Clearly", menerima barang gratis dari orang lain akan menimbulkan perasaan "berutang" sehingga timbullah timbal-balik yang bisa menjadi tak berujung antara penerima dan pemberi.
Kemudian, pertanyaan berikutnya adalah apakah timbal-balik ini adalah sesuatu yang salah?
Opini
Selama ini kita selalu ditempatkan dalam koridor menerima barang dari orang yang kita kenal: keluarga, saudara, tetangga, dan teman. Begitulah kita dididik dari kecil.
Namun, salahkah bila ketika kehausan kita menerima air minum dari orang asing yang duduk di sebelah kita?
Berdasarkan dari pengalaman itu, saya berpendapat bahwa kita sama sekali tidak salah menerima barang gratis dari orang lain asalkan kita tahu bahwa dia bukanlah penculik. Apakah kita harus dehidrasi hanya karena mengikuti nasihat yang kita belum tahu alasannya?
Menurut saya:
1. Memberi dan menerima merupakan alat untuk meningkatkan rasa kasih sayang kita pada orang lain.
Bukankah kita sangat senang bila menerima hadiah dari orang yang kita sayang? Dan dengannya kita juga berharap membalas kasih sayang itu dengan memberikan hadiah pula.
2. Perilaku suka memberi bisa menginspirasi orang lain agar suka memberi.
Hal ini dibuktikan oleh sebuah situs yang bernama The Freecycle Network. Situs itu menyediakan tempat bagi orang yang ingin memberikan barang yang sudah tidak dipakainya pada orang yang membutuhkan.
Ketika banyak situs serupa justru membuka penjualan barang, Freecycle malah melakukannya secara gratis. Anehnya, banyak orang yang melakukannya.
Ditambah lagi, menurut sebuah penelitian, orang yang menerima barang melalui Freecycle justru tergerak untuk memberikan barang miliknya pada orang lain pula. Mungkin karena itulah situs ini dinamakan demikian. Karena barang gratis itu nantinya akan menciptakan sebuah siklus.
Pertanyaan
Apakah sampai di sana saja pembahasan kita? Tidak.
Bila banyak orang meyakini hal serupa, tentunya ada alasan besar yang patut dipertimbangkan melatarbelakanginya.
Kenapa kita tidak boleh menerima barang gratis?
Dalam bukunya, Rolf Dobelli memberikan beberapa contoh, seperti seorang pemasok sekrup yang mengundang seseorang menonton pertandingan olahraga besar.
Lalu, sebulan setelah pertandingan itu usai, penerima membutuhkan sekrup dan teringat pada pemasok skrup tadi. Rolf memandang hal ini sebagai sebuah korupsi atau bahasa kita adalah sogokan.
Pemasok menyogok penerima dengan sebuah tiket eksklusif agar mau membeli sekrup darinya.
Contoh berikutnya datang darinya sendiri ketika ia diundang makan malam oleh tetangga yang tidak begitu ia suka. Akibat tidak memiliki alasan kuat, ia menerimanya saja.
Setelah menghabiskan malam panjang nan ia anggap "lebih buruk dari membosankan", ia harus mengundang mereka makan malam bulan berikutnya. Setelah itu, undangan serupa datang kembali dari orang yang sama.
Simpulan
Sebagaimana sebagian besar pernyataan lainnya, kita tidak bisa mengeneralisasikannya. Kita tetap boleh menerima barang gratis dari orang asing yang kita yakin tidak memiliki kepentingan.
Masalahnya adalah apakah kita bisa yakin orang itu tidak memiliki kepentingan? Bila ia hanya ingin teman bercakap-cakap selama di bus tentu tidak masalah.
Namun, bagaimana kita bisa tahu apakah orang itu memiliki kepentingan atau tidak? Bila ada udang di balik batu, apakah udang itu akan mencapit kita?
Apa pendapat kalian mengenai hal ini?
0 Komentar