Kenapa aku baru mengulas film ini? Apakah aku baru nonton? Tidak. Aku sudah menonton film ini berkali-kali. Lalu, kenapa aku tidak langsung menulis postingan ini begitu selesai menontonnya? Jawabannya rumit.
Pertama kali aku menonton Bohemian Rhapsody, ada sesuatu yang menancap dalam benak dan hatiku. Ini bukan drama dan aku tidak melebih-lebihkan sehingga aku memutuskan untuk menunggu lebih lama dan menonton beberapa kali lagi hingga aku benar-benar siap untuk menuliskannya. Aku tidak ingin "sesuatu" yang menancap itu tidak tergambarkan dengan baik sebagaimana mestinya walaupun aku tidak yakin apa itu.
Kesan pertama yang kurasakan adalah bahwa ada sesuatu dari film itu yang melekat di hati. Entah apa. Kalau kawan-kawan menontonnya, mungkin bisa menjelaskan apa itu tepatnya.
Jujur, aku bukan pendukung LGBT dan bukan seorang LGBT; gigiku tidak tonggos; aku bukan penyanyi dan tidak terlalu familiar dengan musik walaupun aku agak peka dengan nada atau musik, setidaknya ketika aku menulis postingan ini. Satu-satunya yang mungkin membuatku terikat dengan film ini, seperti halnya film "Twilight" adalah kenyataan bahwa aku sangat ingin mengenal lebih dekat kehidupan seorang vokalis yang menjadi legenda karena bisa menyanyi dengan range dari rendah ke tinggi dan berpindah dari keduanya dengan sangat mudah. Aku ingin tahu bagaimana kehidupan seseorang yang memiliki talenta seperti itu. Siapa yang tidak penasaran?
Oke, kembali ke cerita.
Bohemian Rhapsody bercerita tentang asal mula terbentuknya band legendaris "Queen" hingga band itu berhenti karena penyakit sang vokalis. Judul film itu sendiri diambil dari salah satu judul lagu yang dipopulerkan oleh band tersebut sebanyak dua kali, yaitu ketika judul lagu itu baru selesai dibuat, yang kedua adalah ketika band itu mengikuti acara "Live Aid" dan mendapatkan sambutan baik dari para pendengar; dan menurut film, kehadiran Queen memberikan sumbangan besar untuk acara "Live Aid" yang keuntungannya diberikan untuk membantu orang-orang kelaparan di Afrika.
Kehidupan Farookh a.k.a Freddie Mercury dimulai ketika dia baru pindah ke London. Dia menawarkan lagu karangannya pada sebuah band yang akan menjadi bagian dari hidupnya setelahnya. Terlepas dari kekurangan yang ada pada giginya, Freddie diterima untuk mengganti vokalis band yang baru saja keluar dan kehidupannya sebagai vokalis dimulai. Di sana dia juga bertemu dengan Mary yang kita kenal sebagai temannya seumur hidup.
Film ini dikemas dalam bentuk biografi yang penuh dengan drama sebagaimana kehidupan yang secara alami adalah sebuah drama. Pasti kawan-kawan sudah sering mendengar sebuah potongan lirik yang mengatakan bahwa dunia adalah panggung sandiwara. Jika kawan tidak suka film drama, mungkin sebuah pengecualian harus diambil demi untuk melihat kehidupan sebuah band legend.
Sebagaimana sebagian besar film drama, film ini becerita tentang cinta, persahabatan, hubungan dengan keluarga dan masalah-masalah di dalamnya, termasuk masalah pribadi si tokoh yang ternyata adalah seorang gay. Ketika berbicara tentang gay, kita tidak bisa melepaskannya dari AIDS. Itu adalah salah satu kunci penting dari film ini.
Film ini mempertontonkan adegan hubungan laki-laki dan laki-laki yang cukup banyak walaupun itu hanya bersifat sebagai selingan dari cerita utama film ini, yaitu perjalanan band Queen mencapai puncak legendarisnya. Dari seluruh peristiwa itu, salah satu yang mungkin paling ingin diketahui para penggemar Queen adalah proses pembuatan judul lagu yang menjadi judul film ini yang ternyata sangat kompleks. Sebuah judul lagu yang masih sesuai bagi pendengar zaman ini walaupun usianya sudah lebih dari 30 tahun. Sebuah judul lagu yang mencakup nada rendah hingga nada tertinggi yang bisa dicapai laki-laki.
Setelah perjalanan yang cukup panjang, konflik semakin mengental yang dimulai dari perasaan Freddie pada Mary, yang sudah menjadi pasangannya, berkurang dan kandas setelah Freddie mengatakan bahwa dia menyukai pria. Di sini, suasana terus menegang dan tidak mengenakkan. Setiap jalan yang dilalui Freddie adalah masalah; dan setiap masalah yang dilaluinya mengantarnya pada masalah yang semakin besar hingga dia memecat managernya secara sepihak yang memicu keributan dengan anggota band lainnya.
Puncaknya ada pada Freddie yang menjadi masalah bagi seluruh grup band karena sifatnya yang otoriter hingga dia memutuskan untuk keluar dari band. Di akhir film, Queen berhasil mengikuti acara terbesar saat itu yang dihadiri oleh banyak sekali musisi-musisi terkenal dan masih terkenal hingga saat ini setelah Freddie menyadari bahwa dia salah memilih orang kepercayaan. Ya, seorang legend juga pernah dikhianati dan tidak luput dari kesalahan.
Aku masih belum mengerti apa indahnya film ini. Aku menilai film ini indah walaupun keindahannya tidak sama dengan "Midnight in Paris." Mungkin karena film ini adalah sebuah perjalanan "from zero to hero." Sebuah ketenaran yang dihiasi dengan kerja keras, cinta, perjuangan, pertaruhan, pengkhianatan dan keberanian. Kadang berada di atas membuat banyak orang kesulitan untuk mengaku salah yang membutuhkan keberanian besar untuk melakukannya dan Rami Malek (pemeran Freddie Mercury) memainkannya dengan baik.
Ada banyak hal yang diceritakan dalam film ini. Tentang hubungan antara Freddie dan Mary; hubungan Freddie dan teman-teman bandnya; hubungan Freddie dengan teman-teman gay-nya dan hubungan antara Freddie dan ayahnya. Semua hal itu membawa masalah tersendiri dan memiliki penyelesaiannya sendiri yang membuat film ini menjadi luar biasa dan sangat layak ditonton.
Gambar diambil dari Creative Yatra
0 Komentar