Salah satu hal paling bodoh yang pernah diukir oleh pemerintah negeri ini dan tak bisa diobati sampai saat ini juga oleh para penerusnya adalah penetapan sistem outsourcing. Bagaimana tidak? Sistem ini membuat masyarakat seperti budak di negerinya sendiri. Sebagian besar lapisan masyarakat yang menggenatungkan hidupnya dengan menjadi buruh pabrik mendadak seperti budak di negerinya sendiri karena aturan bodoh yang dibuat oleh pemimpin mereka sendiri. Aturan ini justru menguntungkan para pembesar—yang malangnya, justru lebih banyak diisi oleh turunan orang asing. Sedangkan turunan murni? Lebih banyak jatuh menjadi buruh yang mana merasa tak memadai untuk membuka usahanya sendiri.
Tak ayal, hal inilah yang kemudian menyulut para tenaga kerja untuk turun ke jalan, bersuara, dan beraspirasi. Berjuang serta berharap suara mereka didengarkan. Namun apa yang terjadi? Aturan itu tetap berdiri tegak. Dan para budak di negeri sendiri ini tetap akan diperah tenaganya tanpa adanya penghormatan atas jasanya. Seolah para budak inilah yang hidup membutuhkan mereka para pembesar.
Lantas, apalagi yang bisa diharapkan dari para penerus ketika mereka besar dan mereka dihadapkan kepada kenyataan bahwa kelas menengah ke bawah hanya pantas menjadi buruh di negerinya sendiri? mereka masuk ke sebuah perusahaan, dikontrak hanya beberapa bulan, kemudian serta merta bisa dikeluarkan bila dianggap melanggar aturan. Pun ketika kontrak habis, perusahaan belum tentu bersedia untuk memperpanjang kontrak mereka.Usia kian bertambah, tanggung jawab semakin banyak. Mereka pun kian terlunta-lunta. Bahkan tunjangan pensiun pun tiada. Masa depan seperti apa yang diharapkan dari hal seperti itu?
Setelah beberapa kali berganti pemimpin, adakah hal itu mampu dihilangkan? TIDAK. Tentu saja tidak.
Aturan sedemikian itu akan menjadi aturan yang paten, yang mana akan terus memerah keringat orang kecil untuk semakin membesarkan orang-orang besar. Ini tak ayal seperti dijajah di negaranya sendiri. tentu tak beda dengan kerja rodi.
Tahun demi tahun berganti, kita akan tetap menemukan ungkapan, “mencari pekerjaan sekarang susah!” memang susah. Dan akan terus selamanya susah. Terlebih pekerjaan sekarang adalah hal yang sama sekali tak bisa kita andalkan untuk menjadi pilar penyangga kehidupan. Karena, meskipun kita tengah berada di sebuah naungan perusahaan, pemecatan sepihak yang semena-mena bisa dilakukan kapan saja oleh atasan kita—tanpa kita memiliki pembelaan apapun.
Pada akhirnya tak ada beda antara hidup di negeri sendiri atau hidup di negeri yang tengah dijajah. Para pembesar negeri ini sudah seperti sampah dan kotoran yang tujuannya hanya ingin membesarkan perutnya belaka. Mengurusi urusannya semata.
Masyarakat tak akan pernah bisa menang dalam menegakkan keadilan. Segalanya itu semu. Sehingga, bila kita berkata bahwa kita hidup di masa merdeka, sungguhlah kita telah terpedaya. Kita bahkan dijajah oleh ambisi-ambisi dari orang-orang yang haus kursi kekuasaan.
Aturan yang kini sudah menjamur dan membuat banyak bercokol perusahaan yang hanya mensuplai tenaga kerja untuk dipekerjakan secara kontrak dan memeras hasil keringat mereka, tentu saja tak akan pernah bisa dihapus karena bila aturan itu dihapus, akan ada banyak perusahaan yang gulung tikar. Itu akan membuat banyak tentangan dari kelompok besar mereka.
Yang paling menggelikan saat ini adalah dibukanya secara masif penyaluran tenaga kerja asing, di mana masyarakat di negara sendiri masih banyak yang menganggur. Sedangkan dalam kompetensi tentu saja berbeda.
Mungkin kita hanya akan menunggu peperangan di negeri ini meletus, sampai kemudian kita benar-benar hidup di negara baru lagi, sebagaimana dulu kerajaan-kerajaan yang berdiri di atas tanah ini satu persatu tumbang dan berganti nama menjadi negeri ini.
0 Komentar