Kadang kita merasa bisa tanpa keterlibatan orang lain. Dengan hadirnya banyak kawan dan semua orang yang mendukung kita, rasanya kita tidak perlu bantuan lagi dari selainnya. Merasa bahwa semua akan baik-baik saja tanpa orang lain. Merasa bisa melakukan semua tanpa bantuan orang lain dengan pikiran bahwa orang lain hanya akan menambah beban pikiran karena tidak sesuai dengan idealisme kelompok.
Pada akhirnya mereka yang telah diusir dan dianggap tidak berguna lah yang menolong mereka ketika semua usaha yang dilakukannya gagal. Pada akhirnya dirinya sendirilah yang meminta mereka untuk kembali. Lalu ketika dia sudah berhasil nanti, dia akan lupa pada bantuan orang-orang yang dulu membangkitkannya ketika jatuh. Ketika diingatkan, dia malah dengan mudahnya berkata, “jadi, kalian pamrih?” Padahal, dikatakan bahwa orang yang mudah melupakan kebaikan orang dan mengingat keburukan orang adalah ciri-ciri orang yang... Ah, lupakan lah.
Saya miris ketika ada sekumpulan orang yang keluar dari organisasi karena masalah yang tidak jelas. Karena suatu sistem yang mendadak terasa membebani mereka sehingga menyalahkan orang yang menjalankan sistem itu, padahal sistem itu sudah ada jauh sejak organisasi itu pertama kali dibentuk. Setelah keluar, mereka pun dengan angkuhnya mengatakan tidak membutuhkan bantuan organisasi itu lagi. Namun, setelah lama tidak terdengar sejak kesibukan mereka dengan proyek “sendiri”, akhirnya mereka muncul lagi dengan tangan yang menengadah.
Sebenarnya hal itu tidak mengagetkan karena ketika seseorang mengatakan, “aku tidak butuh”, saat itu Allah juga langsung menjawab, “tunggu saja”; dan keadaan pun berbalik dengan begitu cepat. Sangat cepat hingga tidak perlu menunggu orang-orang itu diakui keberadaannya sebagai suatu komunitas baru. Hanya segelintir orang yang sedang melakukan hobi mereka saja kelihatannya. Lalu, ketika mereka ditanya tentang alasan mereka yang sebelumnya pergi, mereka akan mengutarakan alasan yang sebenarnya hanya dibuat-buat agar pihak yang telah berusaha membantunya itu berada di sudut yang salah dan dia bisa lepas tangan dari tanggung jawab untuk meminta maaf dan mengakui kesalahan. Mungkin hal ini juga terkait suatu pelajaran yang didapat ketika kecil yang cenderung menyalahkan orang lain atau hal lain jika sesuatu yang buruk menimpa dirinya.
Masalah ini sepertinya juga berhubungan dengan komunikasi yang kurang sehat. Terlalu sering memendam dan kurang terbuka. Sehingga pasti ada pihak-pihak yang akan merasa dirugikan jika ada pihak yang dirasa sama sekali tidak membantu, dan malah membebani, menguasai mereka. Masalah seperti ini juga sulit diselidiki kecuali mungkin oleh para ahli, bahkan hingga mereka memutuskan untuk memecah diri pun, sehingga tercetuslah pernyataan tidak membutuhkan itu, masalah ini belum tentu bisa diketahui akarnya.
Dari masalah yang ada dan kemungkinan penyebabnya, kita bisa melihat bahwa pemecahannya adalah komunikasi bersama dan keterbukaan. Bertatap muka dengan orang-orang tersebut dan berbicara dengan dingin untuk mengetahui akar permasalahan sebenarnya adalah cara terbaik yang bisa dilakukan.
Orang yang mengatakan bahwa dia tidak membutuhkan orang lain sebenarnya tidak bermaksud demikian karena pada dasarnya semua orang itu saling membutuhkan uluran tangan dari satu sama lain, bahkan saling tergantung. Pernyataan itu hanyalah pernyataan sesaat yang nantinya pasti akan mereka sesali dan sebagai orang yang bijak, kita tidak perlu mempermasalahkan hal itu lebih lanjut dalam tatap muka.
Pepatah “mulutmu harimaumu” sepertinya relevan untuk keadaan ini. Kita sebenarnya juga diajarkan untuk tidak memutuskan sesuatu ketika marah. Karena jika kalimat yang tidak disertai pemikiran jernih, suatu saat kalimat itu sendiri yang akan memangsa pengucapnya.
0 Komentar